
Di Balik Perpisahan
“Aku hanya pergi tuk sementara
Bukan tuk meninggalkanmu selamanya
Aku pasti kan kembali pada dirimu
Tapi kau jangan nakal
Aku pasti kembali”
Pasto, Aku Akan Kembali
“Adik-adik, hari ini hari terakhir Kak Puji datang ke kejarAURORA,” kata Puji sebelum mengakhiri kegiatan kejarAURORA, “terima kasih atas kehadiran adik-adik selama ini. Kak Puji mohon maaf atas kesalahan Kak Puji selama ini, mohon maaf adik-adik sering Kak Puji marahi tapi percayalah itu semua demi kebaikan adik-adik semua. Titip salam dan maaf dari Kak Puji buat orang tua ya.”
Setiap yang ada awalan, pasti akan ada akhirnya. Setiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Dan kali ini menjadi hari terakhir Kak Puji datang bermain di kejarAURORA, untuk sementara bertualang di benua seberang bersama Kak Dinda.
Terasa nuansa sedih di raut wajah adik-adik. “Kalau gitu santi siapa yang main futsal bareng kami?” tanya seorang adik. Beberapa pertanyaan lainnya pun terucap terkait perpisahan ini. “Kan masih ada kakak-kakak yang lain,” jawab Kak Puji. Pertanyaan-pertanyaan yang mengartikulasikan sedihnya perpisahan.
Memang inilah konsekuensi dari aktivitas yang mempertemukan jiwa-jiwa. Konsekuensi dari aktivitas saling menyentuh hati. Akan ada perasaan kehilangan saat mengetahui satu hal akan berakhir, walau hanya sesaat. Karena ini berpisah bukan untuk pergi, tapi berpisah untuk suatu saat bertemu lagi. Namun perasaan kehilangan adalah satu keniscayaan yang akan kita hadapi begitu kita memutuskan untuk memiliki hati yang hidup, hati yang terbuka.
Merasa kehilangan adalah konsekuensi dari membuka hati. Hanya hati yang terbuka yang akan merasakan kebahagiaan, namun hati yang terbuka itu juga yang akan merasakan kesedihan. Seperti kata Saint Exupéry, “Tentu saja aku akan melukaimu. Tentu saja kamu akan melukaiku. Tentu saja kita akan saling melukai. Tapi inilah hidup. Untuk menjadi musim semi, berarti menerima risiko adanya musim dingin. Untuk menjadi hadir, berarti menerima risiko dari ketiadaan.”
Seperti setiap perasaan lainnya, perasaan kehilangan pun ada untuk dialirkan. Menjadi ucapan perpisahan yang saling bersambut, menjadi foto bersama yang diabadikan, atau menjadi secarik surat yang disampaikan. Saat perjalanan pulang, tiga adik, Shalsha, Sofia, dan Cindy memberikan surat kepada Kak Puji.

“Makasih ya Ka Uji dudah memberikan pengalaman ke aku. Aku pun minta maaf kalau sudah mengecewakanmu.
Makasih ya Ka udah mengajarkan aku dan memberikan pengalaman yang terbaik, terindah, makasih ya Ka Puji maafin aku kalau punya salah.
Makasih yah Ka Puji udah mengasih tau kreasi atau ilmu yang aku tidak tahu
Aku minta maaf atas semua yang berbuat salah.
Terima kasih sudah mengajar kami
By: Shalsha, Sofia, Cindy
Jangan buang surat ini.”
Selalu ada pelajaran di balik perpisahan. Manusia itu tempatnya salah dan lupa, itulah sebabnya Tuhan mengulang-ulang terus pelajaran penting dalam hidup. Kita baru bisa menghargai kehadiran setelah merasakan ketiadaan. Kehilangan mengajarkan kita akan rasa syukur, atas kebersamaan yang ada selama ini.
Saat kita melihat kehidupan kita secara menyeluruh, kita akan melihat orang-orang yang masih membersamai kita sampai saat ini. Kita tidak akan pernah tahu orang-orang ini akan membersamai kita sampai kapan. Orang tua, adik, kakak, saudara, kakek, nenek, teman-teman. Kita tidak pernah tahu kapan takdir berpisah dengan mereka akan tiba.
Dari perpisahan, kita belajar untuk mengapresiasi takdir yang masih mempertemukan kita. Dari perpisahan, kita belajar untuk menghargai kesempatan untuk bersama dengan orang-orang yang berharga dalam hidup kita. Menghargai dengan hidup sepenuhnya pada saat ini, memberi perhatian penuh pada mereka, bersyukur atas kehadiran mereka, yang memilih untuk tetap membersamai walau sudah mengenali berbagai kekurangan yang ada pada diri kita.
Dan tentu, kelak Kak Puji dan Kak Dinda akan kembali lagi membersamai keseharian adik-adik. Jarak ini hanya sementara, kelak semoga takdir akan mempertemukan semuanya kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan itu akan terjadi. Namun tak butuh kepastian semacam itu untuk bisa percaya, bukan? Untuk bisa percaya akan keajaiban yang Tuhan berikan.
Perpisahan juga mengajarkan kita akan warisan kehidupan. “Kita mati mewariskan apa yang kita tinggalkan, apa yang kita berikan,” itulah nasihat yang menggerakkan Kak Puji untuk memulai kejarAURORA. Nasihat yang sering Kak Puji sampaikan kepada kakak-kakak lainnya, berkali-kali.
Kak Puji memulai kejarAURORA karena adanya perpisahan. Seorang temannya meninggal, tak terduga, di usia yang masih muda. Momen itu membuat Kak Puji merenung, apa yang akan ia tinggalkan saat meninggalkan kehidupan ini, karya apa yang akan ia wariskan.
Di balik perpisahan, selalu ada pertemuan yang baru. Selalu dibutuhkan akhir untuk menginspirasi awal yang baru, dan kita selalu punya pilihan untuk memulai awal yang lebih baik, dengan menciptakan karya. “Saya merasa kejarAURORA ini titipan dari-Nya, yang perlu kita syukuri karena kita masih diberi kesempatan untuk berkarya di sini. Ambil kesempatan itu sebaik-baiknya,” kata Kak Puji.
Di balik perpisahan, selalu ada kenangan, yang bisa kita tentukan untuk apa kenangan itu kita gunakan. Dan kita selalu punya pilihan, untuk menjadikan kenangan itu tenaga dan kekuatan, untuk berkarya mengikuti kata hati kita. Dan dengan hati, semoga kita bisa mewariskan karya yang hanya kitalah yang bisa menciptakannya. Yang akhirnya menjadi jawaban, atas pertanyaan berupa takdir yang menyebabkan kehadiran kita di dunia ini.
“With every ending comes a new beginning
Two worlds, one family
Trust your heart, let fate decide
To guide this lives we see”
Phil Collins, Two Worlds