Latihan: Belajar Mencintai Perjalanan
Menjelang bulan November dan juga bulan Mei biasanya kegiatan di kejarAURORA sudah disibukkan dengan satu kegiatan: latihan pertunjukan. Aktivitas bermain dan belajar diganti dengan rutinitas berlatih, berlatih, dan berlatih, mengasah penampilan yang akan anak-anak persembahkan di depan orang tua mereka.
Tentu satu hal yang menyenangkan bisa tampil di depan orang tua, bisa menunjukkan keberanian saat hari pertunjukan. Membicarakan hasil memang menyenangkan, bahkan membayangkannya saja menggembirakan. Namun untuk bisa menikmati hasil tersebut, anak-anak perlu menjalani yang namanya latihan. Anak-anak belajar kalau mereka tidak bisa langsung lancar beraksi di depan panggung, perlu latihan berkali-kali.
Kadang anak-anak merasa bosan latihan. Rutinitas mengulang-ulang gerakan yang sama, mengulang-ulang lagu yang sama. Namun ini adalah satu proses pembelajaran juga, yakni belajar mencintai perjalanan.
Semua anak suka dipuji oleh orang tuanya, suka ditonton saat menampilkan kebisaannya di depan panggung. Semua itu adalah hasil. Semua orang pasti bisa mencintai hasil. Tidak dibutuhkan usaha untuk itu.
Berbeda dengan latihan. Latihan itu membutuhkan usaha. Latihan membutuhkan komitmen, terutama saat kebosanan, rasa malas, atau berbagai jenis alasan lainnya datang. Latihan mengajarkan anak-anak akan satu hal penting, belajar mencintai perjalanan.
Di tengah budaya yang serba ingin instan dan praktis, belajar mencintai perjalanan menjadi satu hal yang semakin langka. Semakin banyak orang yang menginginkan satu hal, entah itu materi, atau prestasi, namun tidak semuanya mau melakukan kerja keras untuk bisa mencapainya.
Dengan pengalaman latihan pertunjukan ini, anak-anak diharapkan belajar bahwa kalau mereka ingin mencapai sesuatu, mereka harus mau melangkahkan kaki. Mereka harus mau melakukan perjalanan. Bahkan lebih dari itu, mereka perlu mencintai perjalanan itu sendiri, bahkan mungkin lebih dari hasil yang mereka inginkan.
Kita semua sudah mafhum kalau latihanlah yang membuat seseorang menjadi berhasil. Lalu, bagaimanakah caranya agar anak-anak mau berlatih, bahkan di saat mereka merasa tidak mau sekali pun? kejarAURORA berusaha untuk membentuk satu lingkungan yang bisa menghasilkan anak-anak seperti ini, namun bukan dengan memaksa.
Dalam buku Grit, Angela Duckworth menjelaskan bahwa untuk bisa mendidik anak seperti ini diperlukan cara mendidik wise parenting. Ada dua hal yang diperlukan untuk bisa mencapai hal ini, yakni suportif sekaligus demanding.
Demanding berarti berharap anak mampu mencapai satu pencapaian tertentu, menunjukkan hal-hal yang bisa anak lakukan dengan lebih baik, dan juga meminta anak melakukan yang terbaik yang dia bisa. Demanding ini perlu dibarengi dengan sikap yang suportif. Jika tidak, maka prosesnya akan menjadi authoritarian, yakni menjadi memaksa anak.
Suportif adalah sikap yang menunjukkan bahwa kita sebagai kakak pembimbing selalu ada saat anak memiliki masalah. Anak perlu merasa bebas untuk menceritakan masalahnya, misalnya ada satu masih sulit dilakukan. Kakak yang hadir inilah dukungan yang anak perlukan. Untuk menunjukkan bahwa masalah yang mereka hadapi bisa mereka selesaikan dengan kemampuan mereka sendiri.
Dengan proses latihan ini, anak-anak belajar untuk mencintai perjalanan. Sehingga saat mereka mengejar cita-cita, keinginan, dan juga harapan mereka di luar kejarAURORA, mereka akan mencintai setiap langkah yang mereka ambil, tak perlu banyak peduli hasilnya akan berhasil atau tidak. Saat gagal pun, mereka mau mencoba lagi karena perjalanan itu sendiri sudah mereka cintai.
Kalau sudah begitu, bukankah setiap detik dalam hidup ini menjadi lebih bermakna?